Langsung ke konten utama

Berkat Insto Dry Eyes, Gejala Mata Kering Lewat.


Beberapa tahun silam, ketika masih menjadi anak sekolahan, guru bahasa Indonesia menginstruksikan kami—saya dan teman sekelas—untuk membuat sebuah surat. Saya lupa tepatnya, apakah surat lamaran kerja atau surat cinta lainnya. Saya hanya mengingat dengan jelas momen menuliskan identitas pribadi, yakni sebagai seorang psikolog. Ternyata, Allah mengabulkan tulisan tidak sengaja tersebut dengan memberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di program studi Psikologi. Mohon do’anya supaya skripsi saya segera acc, ya.


Bagi seorang psikolog, mata merupakan tool yang wajib dimiliki. Bagaimana tidak? Misalnya, ketika sedang menangani klien, psikolog harus teliti memperhatikan berbagai ekspresi yang ditunjukkan. Bahkan di dunia psikologi, mikro ekspresi yang hanya berlangsung sepersekian detik saja tidak boleh luput dari perhatian. Selain ekspresi, gerak-gerik klien juga penting untuk diamati. Kenapa? Karena ekspresi dan gerak-gerik adalah manifestasi dari alam bawah sadarnya. 

Oiya, proses asesmen—pengumpulan data—mengenai klien tidak cukup dilakukan dengan wawancara dan observasi. Guna menemukan cara intervensi yang tepat, psikolog biasanya melakukan pengukuran melalui berbagai alat tes. Tahapan sebuah tes untuk sampai pada kesimpulan membutuhkan waktu yang relatif lama. Aktivitas ini tidak jarang membuat mata kelelahan karena mata dipaksa fokus dalam jangka waktu yang panjang, mulai dari tahap skoring sampai pada tahap analisa/interpretasi. 

Mata yang mudah lelah adalah salah satu ciri gejala mata kering. Berdasarkan beberapa literatur yang saya baca, sindrom mata kering ialah kelainan pada kelenjar air mata yang disebabkan oleh beberapa faktor, sehingga mengakibatkan ketidaknyamanan, gangguan visual, dan ketidakstabilan lapisan air mata. Padahal, air mata memiliki peran penting guna menjaga permukaan mata tetap bersih dan terhindar dari partikel asing. Setiap kedipan yang kita lakukan dapat mendistribusikan air mata ke seluruh permukaan mata dan membuatnya senantiasa lembap. Istilah lain dari sindrom mata kering yaitu dry eyes syndrome atau keratoconjunctivitis sicca





Faktor Penyebab dan Faktor Risiko Mengalami Mata Kering

1. Gaya Hidup
Sebagai manusia yang hidup di era teknologi seperti sekarang ini, smartphone mempermudah keseharian saya dalam menjalani kehidupan. Pada aspek intelektual, saya semakin mudah untuk mengakses informasi mengenai volunteer, pertukaran mahasiswa, beasiswa S2, dan berbagai jenis lomba. Pada aspek sosial, smartphone memudahkan saya untuk tetap menjalin komunikasi dengan keluarga di rumah, teman-teman semasa sekolah yang berkuliah maupun bekerja di luar kota, dan teman baru di dunia maya. Begitu pula pada aspek lainnya, seperti aspek finansial, dan aspek spiritual.

Selain itu, smartphone juga berguna untuk menjadi hiburan ketika suntuk menghadang. Opsi saya adalah bermain game, menonton stand up comedy di kanal youtube, membaca novel versi e-book, atau streaming film berjam-jam.

Namun, selain memberikan berbagai kemudahan, smartphone juga dapat menjerumuskan. Jika kontrol diri kita rendah, maka kita akan terlena untuk selalu mengoperasikannya. Ketika sedang free dari tugas kuliah maupun project lain, saya biasanya lupa diri dalam mengakses sosial media. Tahu-tahu waktu berlalu begitu cepat. Saya baru tersadar jika mata terasa pegel.

Selain smartphone, penggunaan kontak lensa juga sedang tren dan menjadi gaya hidup dibidang fashion. Pada akhir tahun 2018, saya dan suami—iya, iya, saya menikah muda—melaksanakan acara resepsi pernikahan. Tentunya akan terlihat aneh jika saya menggunakan kaca mata. For your information, saya menderita mata minus dan silinder. Oleh karena itu, khusus pada hari membahagiakan tersebut, saya memilih menggunakan lensa kontak. Saya baru sempat melepaskan lensa kontak pada sore menjelang malam. Alhasil, mata terasa perih dan berwarna merah. Untung menikah dengan suami siaga, pada saat itu suami langsung meneteskan Insto Dry Eyes ke mata saya.

2. Penyakit Kronis 
Berdasarkan jurnal-jurnal yang saya baca, penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes, stroke, dan migrain dapat menyebabkan sindrom mata kering.

3. Usia
Diketahui bahwa usia paruh baya ke atas dapat menjadi faktor risiko seseorang mengalami gejala mata kering. Seiring bertambahnya usia manusia, fungsi organ tubuh yang dimiliknya justru semakin menurun. Begitu halnya dengan organ mata. Namun, penelitian di Korea (2012) mengungkapkan bahwa dari 263 mahasiswa yang diteliti, sebanyak 50,6% menderita mata kering. Bahkan, 18,6% menderita mata kering parah. Dapat disimpulkan bahwa interaksi mahasiswa—termasuk saya—dengan laptop dalam kurun waktu berjam-jam setiap harinya memiliki dampak yang buruk bagi kesehatan mata, yaitu mengakibatkan gejala mata kering. 




4. Jenis Kelamin
Mengacu pada penelitian yang dilakukan tahun 2012-2019 di negara Korea, Jepang, Singapore, China, Yordania, Amerika, India, dan Kanada, menghasilkan sebuah kesimpulan, yakni, dari 8 penelitian, diketahui sebanyak 7 penelitian menyatakan gejala mata kering lebih tinggi diderita oleh perempuan, sedangkan hanya 1 penelitian yang mengungkapkan bahwa gejala mata kering lebih tinggi diderita oleh laki-laki. Pertanyaannya, mengapa wanita lebih rentan terhadap gejala mata kering? Ternyata hal ini disebabkan oleh faktor hormonal, menopause, dan pil kontrasepsi.

5. Pekerjaan
Menjadi anak kuliahan merupakan pekerjaan yang tidak bisa dianggap enteng, khususnya bagi saya. Sebagai mahasiswi psikologi, beban tugas yang saya terima dari satu semester ke semester lainnya terasa semakin berat. Dosen pernah mengatakan bahwa sistem pembelajaran memang didesain sedemikian rupa agar mahasiswa-mahasiswi terbiasa bertanggung jawab dan tangguh menghadapi setiap persoalan. Sebab, di masa depan, kita akan berhadapan dengan manusia beserta kompleksitasnya. Pengertian ilmu psikologi sendiri, secara sederhana adalah suatu ilmu yang mempelajari perilaku dan fungsi mental manusia. 

Beban tugas yang saya hadapi beraneka ragam, mulai dari menyiapkan materi presentasi, mereview jurnal internasional, role play, praktik lapangan, membuat proposal penelitian, membuat alas tes, melakukan asesmen dan intervensi, merancang terapi, dan masih banyak lagi. Guna menyelesaikan setiap beban tugas yang tersedia, saya diharuskan untuk senantiasa bersentuhan dengan laptop. Dampaknya, mata saya terasa pegel dan sepet.

6. Lingkungan
Menyandang status sebagai mahasiswi psikologi mengharuskan saya untuk rutin melaksanakan praktik lapangan. Mulai dari blusukan ke PAUD, TK, TPA, SD, panti jompo, rumah sakit jiwa, pasar tradisional, hotel, desa binaan, bahkan komunitas waria. Sepanjang perjalanan, baik pulang maupun pergi, saya banyak terpapar polusi udara seperti asap kendaraan, asap rokok, dan debu. Selesai praktik lapangan, terbitlah laporan. Kebiasaan buruk saya adalah begadang di cafe ber-AC sampai subuh, karena paginya laporan harus sudah sampai ditangan dosen. Akibatnya, mata saya terasa perih disertai pegel dan sepet karena terpapar polusi udara,  AC, serta menatap layar laptop berjam-jam. 







Solusi Mengatasi Gejala Mata Kering  

1. Minum Air Putih
dr Sharita R. Siregar, SpM, selaku spesialis mata yang praktik di JEC Hospital, memaparkan cara mengatasi mata kering dengan minum air yang banyak. Menurutnya, asupan air yang cukup akan membantu menjaga selaput lendir mata tetap lembap.

2. Mengonsumsi Omega 3 
Penelitian yang dilakukan oleh Bhargava dkk (2015) dan Laura dkk (2017) menemukan bahwa pemakaian suplemen Omega 3 selama 3 bulan berhasil menurunkan tingkat penguapan air mata dan meningkatkan stabilitas air mata pada penderita gejala mata kering.

3. Menggunakan Anti Radiasi
Kacamata anti radiasi memiliki lensa khusus yang bermanfaat untuk mengurangi silau, memaksimalkan objek yang dilihat oleh mata, dan meningkatkan kontras. Kacamata ini cocok digunakan oleh orang-orang yang setiap hari menggunakan komputer atau laptop. Selain itu, bagi orang-orang yang waktunya banyak digunakan untuk mengoperasikan smartphone, ingatlah supaya selalu mengaktifkan mode eye protection.

4. Pencahayaan Merata
Putra dan Madyono (2017) melakukan penelitian mengenai analisis intensitas cahaya bagi keselamatan dan kenyamanan kerja. Diketahui bahwa pencahayaan yang memadai menjadi faktor penting guna meminimalisir terjadinya kelelahan pada mata. Pencahayaan yang cukup dan merata tidak akan membuat otot-otot mata bekerja terlalu keras untuk melihat objek.

5. Berkedip
Mata manusia normal akan berkedip sebanyak 16 sampai 20 kali permenit. Biasanya, ketika sedang fokus membaca atau bersentuhan dengan smartphone maupun laptop, frekuensi berkedip manusia cenderung berkurang, sehingga menyebabkan mata kering. Oleh karena itu, seserius apapun kita mengerjakan pekerjaan atau tugas kuliah, jangan lupa untuk selalu berkedip ya.

6. Mini Break
Bagi orang-orang yang aktivitasnya selalu bersinggungan dengan komputer atau laptop, mini break berupa senam mata memiliki manfaat untuk mengurangi penyakit mata serta mempertajam penglihatan. Senam mata merupakan sebuah kegiatan yang mudah dilakukan, tidak memakan waktu yang relatif lama, dan dapat dipraktikkan dimanapun.

7. Air Mata Buatan
Obat tetes mata merupakan pengobatan utama yang paling sering digunakan dalam mengatasi gejala mata kering. Sebagai air mata buatan, obat tetes mata berguna untuk melumasi permukaan mata dan menjaganya agar senantiasa lembap. Insto Dry Eyes hadir sebagai jawaban atas kegundahan para penderita gejala mata kering. Setiap tetes Insto Dry Eyes mengandung bahan aktif yang dapat memberikan efek pelumas seperti air mata sungguhan, sehingga mampu mengatasi gejala mata kering.

Saya sendiri menjadikan Insto Dry Eyes sebagai kawan baik, Insto Dry Eyes selalu saya ajak kemanapun saya pergi. Khasiat yang dimilikinya membuat saya sulit untuk berjauhan dengannya. Insto Dry Eyes mengandung zat aktif Hydroxypropyl Methyl cellulose 3.0 mg yang merupakan pelumas serta pelindung mata. Selain itu, Insto Dry Eyes mengandung Benzalkonium Chloride 0.1 mg yang dapat menghalau bakteri atau virus.

Mau bukti? Oke, cekidot video dibawah ini... 










Ingin tahu lebih lanjut mengenai keunggulan Insto Dry Eyes? Mari simak uraian berikut:

1. Ekonomis
Kita hanya perlu merogoh kocek sebesar 13.200 rupiah saja untuk dapat memiliki Insto Dry Eyes. Bukankah ini investasi sangat worth it? Cukup dengan mengeluarkan uang belasan ribu, kelembapan mata sudah bukan angan-angan lagi.

2. Praktis
Insto Dry Eyes memiliki ukuran 7.5 ml. Kemungilannya merupakan sebuah berkah, sebab mudah dibawa kemanapun dan kapanpun. Fleksibel.

3. Terpercaya
Jangan khawatir mengenai legalitas produk Insto Dry Eyes, karena Insto Dry Eyes telah terdaftar di BPOM: DTL1438202146A1. Insto Dry Eyes juga sudah terjamin kehalalannya, sebab telah mengantongi sertifikat halal dari MUI: 00140094950419.

4. Akses Mudah
Insto Dry Eyes dapat ditemukan di warung terdekat, mini market, mall, toko obat, maupun toko online.

Bagi saya, Insto Dry Eyes merupakan wujud nyata dari keajaiban.
Ajaib harganya, bersahabat dengan kantong mahasiswa, hehe.
Ajaib khasiatnya, mungil-mungil mantul.


BYE, MATA KERING!


BUKA MATA, BUKA INSTO.










Referensi:
Yun, dkk. 2012. Prevalence of Dry Eye Disease among University Students. Journal Korean Ophthalmological Society. 505-509. 

Uchino, dkk. 2013. Prevalence of Dry Eye Disease and its Risk Factors in Visual Display Terminal Users: The Osaka Study. American Journal of Ophthalmology. 759-766.

Morgan, dkk. 2014. Prevalence of and Risk Factors for Symptomatic Dry Eye Disease in Singapore. Clinical and Experimental Optometry. 45-53.

Farrand, dkk. 2017. Prevalence of Diagnosed Dry Eye Disease in the United States Among Adults Aged 18 Years and Older. . American Journal of Ophthalmology. 90-98.

Titiyal, dkk. 2018. Prevalence and Risk Factors of Dry Eye Disease in North India: Ocular Surface Disease Index-Based Cross-Sectional Hospital Study. Indian Journal of Ophthalmology. 207-211.

Bakkar, dkk. 2016. Epidemiology of Symptoms of Dry Eye Disease in Jordan: A Cross-Sectional Non-Clinical Population-Based Study. Contact Lens and Anterior Eye. 197-202.

Caffery, dkk. 2019. Prevalenx]ce of Dry Eye Disease in Ontario, Canada: A Population-Based Survey. The Ocular Surface. 

Li, dkk. 2015. Prevalence and Risk Factors of Dry Eye Disease Among a Hospital-Based Population in Southeast China. Eye & Contact Lens Science and Clinical Pratice.

Bhargava, dkk. 2015. Oral Omega-3 Fatty Acids Treatment in Computer Vision Syndrome Related Dry Eye. Contact Lens and Anterior Eye. 206-2010.

Laura, dkk. 2017. A randomized, Double-Masked, Placebo-Controlled Clinical Trial of Two Forms of Omega-3 Supplements for Treating Dry Eye Disease. Ophthalmology. 43-52.

Putra dan Madyono. 2017. Analisis Intensitas Cahaya pada Area Produksi terhadap Keselamatan dan Kenyamanan Kerja Sesuai dengan Standar Pencahayaan. Jurnal OPSI. 115-124.

https://insto.co.id/

https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/gangguan-mata-dan-penglihatan/penyebab-mata-kering-dan-cara-mengatasi/

https://www.alodokter.com/mata-kering

 




Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peran Ekowisata dalam Mendukung Konservasi di Tanah Papua

Ada sebuah pertanyaan menarik yang beberapa hari ini saya jumpai di platform sosial media, baik Instagram maupun Twitter. “Apa yang akan kamu lakukan pertama kali saat karantina ini usai?” Saya mantap menjawab liburan. Saya ingin menghadiahkan perasaan rileks pada diri sendiri. Sebab, jujur saja, pandemi corona ini menyumbang emosi-emosi negatif terhadap psikis saya. Lantas, terlintaslah sebuah ide. Mengapa saya tidak sekalian saja berlibur ke ujung timur Indonesia, Papua? Mengingat predikat yang disandangnya sebagai paru-paru dunia. Sungguh, Papua adalah destinasi yang tepat guna memulihkan diri dari belenggu emosi. Papua, Destinasi Wisata Hijau Seketika terbayang semilir angin yang sedikit malu, menyelinap diam-diam menyejukkan kalbu. Menerpa rerumputan yang terhampar luas sejauh pandangan, bergesekan, menenangkan. Mengundang burung Cendrawasih untuk ikut bergoyang, di bawah rona jingga senja yang membayang. Haduh, haduh. Mendadak puitis begini, tersihi

Solusi Menggapai Mimpi Ke Luar Negeri Melalui Sebuah Aplikasi: Halal Traveler

Bagi saya, wajib hukumnya untuk bisa merasakan atmosfer bumi bagian lain, terutama pergi ke negara yang musimnya beda dengan Indonesia. Dulu, ketika awal-awal menjadi mahasiswi, dosen Biopsikologi saya 'mewajibkan' anak didiknya untuk membuat paspor, katanya agar terpacu pergi ke luar negeri. Taunya saya beneran terpacu, saya nyicil mewujudkan mimpi tersebut. Hingga pada April 2018 saya resmi memiliki paspor. Terimakasih pak dosen, atas suntikan motivasinya. Sebagai pengagum garis keras Sherlock Holmes, saya penasaran sekali ingin mengunjungi rumah museum sang detektif yang beralamat di 221B Baker Street London. Yup , kamu tidak salah baca. Sherlock Holmes The Museum sengaja dibangun di lokasi aslinya untuk mengenang tokoh novel dektektif tersebut. Lalu saya berpikir bagaimana caranya un tuk bisa sampai kesana? NABUNG! Iya, iya. Itumah sudah pasti. Maksudnya, bagaimana caranya ag ar saya tetap selamat sejahtera sentosa tidak kesasar kesana kemari? Saya segera b