Langsung ke konten utama

GEBYAR UKM 2019, ACARA BERJUTA MAKNA



Ketika sedang berselancar di media sosial—lebih tepatnya Instagram, tanpa sengaja saya membaca sebuah informasi mengenai event Gebyar UKM 2019 yang diadakan oleh DinasKoperasi UKM DI Yogyakarta. Acara ini berlangsung sejak tanggal 3-6 Agustus 2019 di gedung PLUT KUMKM DIY yang beralamat di Jl. HOS Cokroaminoto No.162, Tegalrejo, Kec. Tegalrejo, Kota Yogyakarta. Sebagai mahasiswi tingkat akhir yang kesehariannya hanya berkutat dengan skripsi, maka saya berinisiatif untuk menghilangkan rasa suntuk dengan mengunjungi acara tersebut. 


Berhubung saya buta arah, maka saya memanfaatkan bantuan google maps untuk mengarahkan saya sehingga dapat sampai ke tujuan dalam keadaan sehat tanpa kurang suatu apapun. Di gerbang, saya disambut oleh baliho berukuran cukup besar yang memuat rundown acara. Saya pun disambut oleh alunan biola menggugah semangat yang dipersembahkan oleh dedek-dedek gemas dari atas panggung, sungguh saya merasa tersanjung.
 


Mengenal Lebih Jauh Produk Lokal
Saya berhasil dibuat takjub oleh produk-produk besutan para pelaku UMKM. Produk pertama yang mampu memikat saya hanya dengan satu kali melihatnya adalah, cokelat nDalem. Cokelat nDalem terbuat dari biji kakao single farmer serta bermitra dengan beberapa petani Indonesia seperti Bengkulu, Papua, dan Yogyakarta. Hasilnya, produk cokelat nDalem memiliki citarasa cokelat yang premium dan khas sesuai asalnya. Selain itu, kondisi Indonesia yang kaya akan rempah-rempah dimanfaatkan oleh pemilik cokelat nDalem untuk membuat varian rasa rempah, seperti jahe, cengkeh, kayumanis, sereh, bahkan cabe. IYA, CABE. Saya sudah mencobanya, dan ENAK! Ada sensasi pedas setelah mengunyahnya. Tapi ini bukan tipe pedas yang bikin bolak-balik kamar mandi, melainkan bolak-balik gerai cokelat nDalem karena ketagihan.

Packagingnya yang unik dan kreatif sanggup membuat orang penasaran. Saya teringat kejadian kemarin ketika menenteng cokelat nDalem sambil mendokumentasikan seorang barista yang sedang beraksi. Ibu-ibu disebelah saya langsung bertanya dimana letak stand cokelat nDalem. Nah, dari sini kita dapat belajar bahwa packaging yang bagus memegang peranan penting juga.

Cokelat nDalem dibalut dengan kemasan yang Indonesia banget. Mulai dari tokoh wayang, motif batik khas pernikahan, beberapa landmark di Yogyakarta, serta tarian khas dari daerah penghasil kopi terbaik Indonesia. Saya sendiri membawa pulang cokelat nDalem dengan kemasan tari perang dari Wamena dan Mas Gatotkaca. Cokelat nDalem ukuran 50gr dibandrol dengan harga 17.000 rupiah. Terjangkau, bukan? Betapa beruntungnya saya, kemarin saya mendapatkan diskon sehingga cukup membayar 22.000 rupiah untuk dua buah cokelat nDalem. 



Produk kedua adalah keripik pare kekinian besutan Aloys. Keripik berbahan dasar pare ini berasal dari daerah Minggir, Sleman. Sebagian besar warga berprofesi sebagai petani sehingga Aloys senantiasa mendapatkan pasokan pare yang segar. Saya yang seumur-umur tidak mau mengonsumsi pare seketika luluh dan mau untuk nyicip tester yang disuguhkan. AJAIB! Rasa pahit yang selama bertahun-tahun menghantui pikiran saya tidak terbukti dalam produk ini. Justru saya merasakan sensasi gurih dan pedas. IYA, TETAP. SAYA CINTA PEDAS. Tanpa berpikir panjang, saya segera membayar uang sebesar 10.000 rupiah untuk memiliki 100 gram keripik ini. Murce, guys. Murah cekali.


Produk ketiga adalah veggie mie. Mie instan sehat yang diproduksi oleh UMKM Daun Hijau ini merupakan produk rumahan yang terbuat dari sayuran asli, tanpa menggunakan pewarna, dan tidak mengandung micin MSG.

Terdapat berbagai varian mie, seperti sawi hijau, buah naga, ubi ungu, wortel, maupun tomat. Veggie mie ini tersedia versi goreng dan kuah, sehingga kita dapat menikmatinya sesuai selera. Produk dalam kemasan plastik dengan berat 85 gram dijual seharga 5.000 rupiah, sedangkan mie dalam kemasan styrofoam dibandrol dengan harga 6.000 rupiah. Sebagai anak kos yang rawan merasakan lapar ketika tengah malam, veggie mie hadir menjadi solusi yang praktis ekonomis, dan tidak mengakibatkan efek samping miris. Berbekal alasan tersebut, saya pun membelinya



Selain produk makanan, acara ini juga menyediakan produk lainnya, seperti fashion, kriya dan minuman yang belakangan dikaitkan dengan para penikmat musik indie—iya, kopi. Harap tenang, bagi yang penasaran untuk menghadirinya, acara Gebyar UKM 2019 masih buka sampai besok. Don’t miss it, guys!








Mendapat Teman Baru
Beberapa bulan terakhir, 85% aktivitas harian saya lakukan seorang diri. Mulai dari pergi ke perpustakaan, belanja bulanan, sekadar makan, atau nongkrong di kafe untuk mengerjakan skripsi. Sesimpel karena tiap orang sudah punya kesibukannya masing-masing. Ada yang kerja part-time, jadi relawan berbagai kegiatan, atau rutin bolak-balik ke kampung halaman.

Begitu halnya ketika saya mengunjungi Gebyar UKM 2019, berbekal pengalaman seringnya pergi kesana-kesini-kesitu sendiri, kemarin saya pun melakukan hal tersebut: PERGI SENDIRIAN. Tapi, tak disangka. Disana saya justru mendapatkan banyak kawan baru. Perkenalan singkat cukup untuk kami melanjutkan berbagai topik pembicaraan, bahkan sampai makan malam bareng. WOW! Terimakasih Mbak Nurul, Mbak Ayu, dan Mbak Aulia. I am grateful!

Mendapat Pelajaran Baru
Kisah Inspiratif: Keterbatasan Bukan Halangan
Ketika tengah menyusuri berbagai stand UKM yang tersedia, pandangan saya tertuju pada sebuah tulisan berbunyi “ZONA UKM DIFABEL”. Wah, saya tertarik banget. Apalagi di jurusan kuliah yang saya ambil—kebetulan saya mengambil S1 Psikologi, penyandang disabilitas tak luput dari perhatian kami. Kami banyak melakukan penelitian mengenai faktor apa dan intervensi jenis apa yang dapat meningkatkan kesejahteraan penyandang disabilitas.



Di zona UKM difabel, saya berjumpa dengan seorang ibu, sebut saja ibu S. Beliau penyandang tuna daksa—dalam kasus ibu ini, beliau tidak memiliki kaki. Ketika bertatap muka dengan beliau, saya kembali mengingat momen beberapa jam sebelumnya pada saat saya memarkirkan motor, pertanda baru sampai di acara Gebyar UKM 2019. Saat hendak memasuki gerbang utama, mata saya menyaksikan ibu S ini dibonceng oleh suaminya. Dikarenakan kondisi ibu S yang tidak memungkinkan untuk dibonceng dibagian belakang motor, maka sang suami berinisiatif untuk membuat sebuah gerobak disamping motornya. Jadi, motor dan gerobak saling terhubung. Namun, ketika itu, saya hanya membatin “MashaAllah, kreatif sekali. Oh, mungkin ibunya mau mengunjungi acara ini juga”. Lalu, saya melanjutkan perjalanan.

Ternyata, di zona UKM difabel ini, saya tersadar bahwa dugaan awal mengenai tujuan ibu S datang ke acara Gebyar UKM 2019 tidak tepat. Karena sesungguhnya, ibu S hadir bukan sebagai pengunjung, melainkan sebagai salah satu pelaku UMKM. Salut! Ditengah keterbatasannya, ibu S memilih untuk tetap berkarya. Ada dua pilihan yang dapat dilakukan ketika kita mengalami musibah, pertama, merenung sepanjang hari dan meratapi nasib. Kedua, bangkit. Kerennya, ibu S memilih untuk bangkit. Dalam dunia psikologi, kemampuan untuk bangkit tersebut dikenal dengan istilah resiliensi. Resiliensi adalah kemampuan individu untuk bertahan bahkan menjadi lebih kuat ketika menghadapi tekanan hidup yang sulit.


                     
Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi tingkat resiliensi individu menjadi tinggi, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dapat berupa optimis, tekun beribadah, keinginan untuk belajar hal baru, dan pantang menyerah. Sedangkan, faktor eksternal dapat berupa dukungan. Dukungan yang dibutuhkan oleh penyandang tuna daksa antara lain, dukungan emosional, dukungan sosial, maupun dukungan penghargaan.

Berdasarkan pengamatan saya, produk yang dihasilkan oleh ibu S berupa aneka rajutan tangan, seperti gantungan kunci, dompet, maupun tas. Ibu S bercerita bahwa suaminya memiliki andil dalam tiap pembuatan produk tersebut, yakni memasangkan resleting. Pernyataan tersebut menguatkan bahwa dukungan suami dalam berbagai aspek kehidupan ibu S mempengaruhi tingkat resiliensinya sehingga lebih baik. Hoping you two have a beautiful life and an endless love story.

Sementara itu, dukungan lain hadir dari Dinas Koperasi UKM DI Yogyakarta. Ibu S diberikan kesempatan yang sama untuk memamerkan dan menjual hasil karyanya. Dukungan ini tentunya sangat penting bagi ibu S. Terimakasih, Dinas Koperasi UKM DI Yogyakarta. Harapannya, semoga instansi lainnya maupun kita selaku masyarakat, mampu bersikap adil dalam bertindak kepada para penyandang disabilitas, termasuk adil dalam pemberian kesempatan kerja. 


Sebelum pamit, saya mau menyertakan beberapa bukti nota pembelian produk UMKM di acara kemarin, ya.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

SiBakul Beringharjo; Sistem Pembinaan Koperasi dan Pelaku Usaha Berdaya Saing Khas Orang Jogja

Menjadi mahasiswi akhir artinya harus siap dengan gempuran pertanyaan seperti, kapan lulus? Atau, yang tingkatannya lebih horror, habis lulus mau ngapain? Setelah menyelami diri lebih jauh, saya menemukan bahwa, kelak, setelah lulus, saya ingin menekuni lebih dalam perihal bisnis. Saya ingin menjadi pelaku usaha di bidang kuliner. Sebenarnya, saya telah memulai usaha di bidang kuliner sejak tahun 2017 silam. Produk yang saya pasarkan adalah cimol. Teman kampus menjadi sasaran penjualan saya. Awal-awal, produk saya senantiasa habis. Tandas tak bersisa. Saya dapat memproduksi 40-50 bungkus setiap harinya. Namun, keterbatasan pengetahuan dan modal membuat bisnis saya cenderung begitu-begitu saja, bahkan belakangan dapat dikatakan stagnan. Kabar baiknya, dua bulan terakhir ini saya mengenal PLUT-KUKM DIY . PLUT-KUKM merupakan singkatan dari Pusat Usaha Layanan Terpadu-Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Sesuai namanya, PLUT-KUKM menyediakan berbagai layanan seperti inkub

Peran Ekowisata dalam Mendukung Konservasi di Tanah Papua

Ada sebuah pertanyaan menarik yang beberapa hari ini saya jumpai di platform sosial media, baik Instagram maupun Twitter. “Apa yang akan kamu lakukan pertama kali saat karantina ini usai?” Saya mantap menjawab liburan. Saya ingin menghadiahkan perasaan rileks pada diri sendiri. Sebab, jujur saja, pandemi corona ini menyumbang emosi-emosi negatif terhadap psikis saya. Lantas, terlintaslah sebuah ide. Mengapa saya tidak sekalian saja berlibur ke ujung timur Indonesia, Papua? Mengingat predikat yang disandangnya sebagai paru-paru dunia. Sungguh, Papua adalah destinasi yang tepat guna memulihkan diri dari belenggu emosi. Papua, Destinasi Wisata Hijau Seketika terbayang semilir angin yang sedikit malu, menyelinap diam-diam menyejukkan kalbu. Menerpa rerumputan yang terhampar luas sejauh pandangan, bergesekan, menenangkan. Mengundang burung Cendrawasih untuk ikut bergoyang, di bawah rona jingga senja yang membayang. Haduh, haduh. Mendadak puitis begini, tersihi

Berkat Insto Dry Eyes, Gejala Mata Kering Lewat.

Beberapa tahun silam, ketika masih menjadi anak sekolahan, guru bahasa Indonesia menginstruksikan kami—saya dan teman sekelas—untuk membuat sebuah surat. Saya lupa tepatnya, apakah surat lamaran kerja atau surat cinta lainnya. Saya hanya mengingat dengan jelas momen menuliskan identitas pribadi, yakni sebagai seorang psikolog. Ternyata, Allah mengabulkan tulisan tidak sengaja tersebut dengan memberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di program studi Psikologi. Mohon do’anya supaya skripsi saya segera acc, ya. Bagi seorang psikolog, mata merupakan tool yang wajib dimiliki. Bagaimana tidak? Misalnya, ketika sedang menangani klien, psikolog harus teliti memperhatikan berbagai ekspresi yang ditunjukkan. Bahkan di dunia psikologi, mikro ekspresi yang hanya berlangsung sepersekian detik saja tidak boleh luput dari perhatian. Selain ekspresi, gerak-gerik klien juga penting untuk diamati. Kenapa? Karena ekspresi dan gerak-gerik adalah manifestasi dari alam bawah sadarnya.